Jakarta - Pembangunan terowongan multifungsi atau deep tunnel diperkirakan membutuhkan anggaran sebesar Rp 30 triliun. Dengan jumlah dana sebesar itu dapat dibangun terowongan sepanjang 26 kilometer dengan diameter 13 meter.
Direktur Eksekutif Indonesia Water Institute, Firdaus Ali, mengatakan saat ini sudah banyak investor swasta dari dalam maupun luar negeri yang sudah menyatakan keinginannya untuk membangun deep tunnel di Jakarta.
Menurut Firdaus, ketertarikan investor, salah satunya, disebabkan proyeksi anggaran yang dibutuhkan, tidak sebesar seperti yang diungkapkan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kempuper), yakni mencapai Rp 46 triliun.
"Anggaran sebesar itu (Rp 30 triliun) untuk membangun terowongan dalam tanah sepanjang 26 kilometer dengan diameter 13 meter,” kata Firdaus seusai bertemu dengan Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat di Balai Kota DKI, Jakarta, Jumat (13/2).
Pembangunan deep tunnel ini pun sudah memiliki payung hukum dalam peraturan daerah rencana detail tata ruang (RDTR). Namun, sebelumnya, deep tunnel ini gagal dibangun karena Pemprov DKI menolak dengan alasan anggaran yang tidak tersedia.
"Pembangunan deep tunnel ini murni dengan menggunakan dana dari investor. Tidak seperti proyek-proyek lain yang menggunakan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD)," tutur Firdaus.
Diungkapkannya, rencana pembangunan deep tunnel sudah diusulkan sejak 2007. Bahkan, penandatanganan pembangunan deep tunnel dengan investor swasta sudah akan dilakukan pada 2008. Namun, rencana tersebut gagal, karena Gubernur DKI Jakarta pada waktu itu, Fauzi Bowo menyatakan tidak setuju dengan pembangunan megaproyek tersebut.
"Pembicaraan rencana megaproyek ini kembali muncul saat masa kepemimpinan di tangan Gubernur DKI Joko Widodo dan saat banjir kembali melanda Jakarta pada Desember 2012," ujarnya.
Jalur deep tunnel yang akan dibangun mulai dari Pasar Minggu, MT Haryono, Manggarai, Tanah Abang, Roxy dan Pluit. Air akan berakhir di laut lepas, sedangkan air limbah masuk ke Pluit untuk diolah menjadi air baku. “Pak Wagub mengatakan kenapa enggak dikerjain. Apalagi, sudah ada di RPJMD,” ungkapnya.
Untuk mencegah pemakaian air tanah dalam secara berlebihan sehingga dapat memperlambat penurunan muka tanah, Firdaus mengatakan rencana Pemprov DKI membangun deep tunnelmerupakan langkah yang tepat. Sebab, deep tunnel dapat menyediakan air baku dari 4.000 hingga 12.000 lps.
Dengan keterbatasan lahan, membangun suatu sistem terowongan multiguna yang dikenal sebagai multipurpose deep tunnel adalah tindakan yang terbaik. Sebab, deep tunnel merupakan suatu sistem teknologi terowongan dan reservoir air bawah tanah yang terintegrasi untuk mengatasi masalah banjir, kelangkaan air baku dan penanganan limbah cair perkotaan. Serta merupakan manajemen dan konservasi air tanah yang dipadukan dengan upaya penanganan kemacetan lalu lintas.
Mantan anggota Badan Regulator PAM itu menegaskan pembangunan deep tunnel sangat mungkin dilakukan di Jakarta. Padahal, banyak pihak yang mengatakan kondisi geologi tanah di Jakarta tidak memungkinkan dibangun deep tunnel. Sebabnya, kondisi geologi tanah di Jakarta terdiri dari tiga jenis, yaitu tanah keras, tanah lembek dan kompos.
Untuk menangani hal tersebut, ungkap Firdaus, hanya dibutuhkan penggunaan teknologi yang tepat. "Kumpulkan pengamat yang mengatakan hal itu tidak mungkan. Ketemu dengan saya. Saya akan jelaskan penggunaan teknologi yang tepat untuk ketiga jenis tanah itu. Kalau ketemu tanah kompos, bisa digunakan liquid nitrogen, yaitu membekukan kompos hingga lebih keras dari baja, kemudian di bor. Artinya, kita tidak perlu khawatir karena ada teknologi yang tepat," tegas Firdaus.
Begitu juga dengan gempa, sambungnya. Jakarta harus belajar dari negara Jepang yang selalu dilanda gempa dua kali sehari. Tetapi Jepang mampu membangun terowongan bawah tanah terbanyak di dunia dan tahan dari gempa hingga skala 10 richter.

No comments:
Post a Comment